Langsung ke konten utama

Analisis Wacana Norman Fair Clough

A. Analisis Wacana

Analisis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang di inginkan. Artinya dalam sebuah konteks kita juga harus menyadari akan adanya kepentingan, Oleh karena itu analisis yang terbentuk nantinya telah kita sadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan.

Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.

Jadi, analisis wacana yang dimaksudkan dalam sebuah penelitian, adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subyek (penulis) yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan menempatkan diri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat di ketahui. Jadi, wacana dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subyek dan berbagai tindakan representasi.

Pemahaman mendasar ananlisis wacana adalah wacana tidak dipahami semata-mata sebagai obyek studi bahasa. Bahasa tentu digunakan untuk menganalisis teks. Bahasa tidak dipandang dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dalam analisis wacana kritis selain pada teks juga pada konteks bahasa sebagai alat yang dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu termasuk praktik ideologi.

Analisis wacana dalam lapangan psikologi sosial diartikan sebagai pembicaraan. Wacana yang dimaksud di sini agak mirip dengan struktur dan bentuk wawancara dan praktik dari pemakainya. Sementara dalam lapangan politik, analisis wacana adalah praktik pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari penggambaran suatu subyek, dan lewat bahasa ideologi terserap di dalamnya, maka aspek inilah yang dipelajari dalam analisis wacana.

B. Metode Analisis Wacana

Dalam pelaksanaannya, analisis wacana untuk ilmu komunikasi ditempatkan sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana dimaklumi dalam penelitian sosial, setiap permasalahan penelitian selalu ditinjau dari perspektif teori sosial (dalam hal ini teori-teori komunikasi). Analisis wacana sebagai metode penelitian sosial tidak hanya mempersoalkan bahasa (wacana) melainkan pula dikaitkan dengan problematika sosial.

Lebih dari itu, sebagai bagian dari metode penelitian sosial dengan pendekatan kualitatif, analisisis wacana ini juga mamakai paradigma penelitian. Dengan demikian proses penelitiannya tidak hanya berusaha memahami makna yang teradapat dalam sebuah naskah, melainkan acapkali menggali apa yang terdapat di balik naskah menurut paradigma penelitian yang dipergunakan.

Aplikasi analisis wacana dimulai dengan pemilihan naskah (text, talk, act, and artifact) dalam suatu bidang masalah sosial, misalnya naskah (:berita) tentang politik. Selanjutnya kita memilih tiga perangkat analisis wacana yang saling berkaita: perpektif teori, paradigma penelitian, dan metode analisis wacana itu sendiri. Dari penerapan ketiga perangkat tadi secara simultan terhadap naskah yang dipilih akan diperoleh hasil penelitian analisis wacana.

Untuk perspektif teori, dalam analisis wacana sebagai metode penelitian sosial lazimnya memakai dua jenis teori: teori substantif dan teori wacana. Teori substantif di sini adalah teori tertentu yang sesuai dengan tema penelitian, misalnya teori politik, teori kekuasaan, teori gender, teori ekonomi-politik, teori ideologi, dan sebagainya. Teori subtanstif diperlukan untuk menjelaskan bidang permasalahan penelitian analisis wacana dari perpektif teori yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Fairclough dan Wodak berpendapat bahwa analisis wacana adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Berikut disajikan karakteristik penting dari analisis kritis menurut mereka11 above:

1). Tindakan. Wacana dapat dipahami sebagai tindakan (actions) yaitu mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Sesorang berbicara, menulis, menggunakan bahasa untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain. Wacana dalam prinsip ini, dipandang sebagai sesuatu yang betujuan apakah untuk mendebat, mempengaruhi, membujuk, menyangga, bereaksi dan sebagainya. Selain itu wacana dipahami sebagai sesuatu yang di ekspresikan secara sadar, terkontrol bukan sesuatu di luar kendali atau diekspresikan secara sadar.

2). Konteks. Analisis wacana mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana dipandang diproduksi dan di mengerti dan di analisis dalam konteks tertentu. Guy Cook menjelaskan bahwa analisis wacana memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; kahalayaknya, situasi apa, melalui medium apa, bagaimana, perbedaan tipe dan perkembangan komunikasi dan hubungan masing-masing pihak. Tiga hal sentaralnya adalah teks (semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak dilembar kertas, tetapi semua jenis ekspresi komunikasi). Konteks (memasukan semua jenis situasi dan hal yang berada dilar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, situsai dimana teks itu diproduksi serta fungsi yang dimaksudkan). Wacana dimaknai sebagai konteks dan teks secara bersama. Titik perhatianya adalah analisis wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam proses komunikasi.

3). Historis, menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks.

4). Kekuasaan. Analisis wacana mempertimbangkan elemen kekuasaan. Wacana dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun tidak di pandang sebagai sesuatu yang alamiah wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan yang dimaksudkan adalah salah satu kunci hubungan anatara wacana dan masyarakat.

Ideologi adalah salah satu konsep sentral dalam analisis wacana kritis karena setiap bentuk teks, percakapan dan sebaginya adalah paraktik ideologi atau pancaran ideologi tertentu.

C. Analisis Wacana Model Fairclough

Fairclough berpendapat bahwa analisis wacana kritis adalah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bertarung dan mengajukan ideologinya masing-masing. Konsep ini mengasumsikan dengan melihat praktik wacana bias jadi menampilkan efek sebuah kepercayaan (ideologis) artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktik sosial. Analisis Wacana melihat pemakaian bahasa tutur dan tulisan sebagai praktik sosial. Praktik sosial dalam analisis wacana dipandang menyebabkan hubungan yang saling berkaitan antara peristiwa yang bersifat melepaskan diri dari dari sebuah realitas, dan struktur sosial.

Dalam hal ini dari penjelasan Norman Fairclough dapat ditarik kesimpulannya bahwasanya dalam analisis wacana seorang peneliti atau penulis melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”; “process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik sosio-kultural. Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Dikarenakan dalam sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subjektif.

Didalam sebuah teks juga dibutuhkan penekanannya pada makna (Meaning) (lebih jauhdari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya piker dan akal budi) Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambarang tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.

Kemudian Norman fairclough mengklasifikasikan sebuah makna dalam analisis wacana sebagai berikut:

Ø Translation (mengemukakan subtansi yang sama dengan media). Artinya: . Pada dasarnya teks media massa bukan realitas yang bebas nilai. Pada titik kesadaran pokok manusia, teks selalu memuat kepentingan. Teks pada prinsipnya telah diambil sebagai realitas yang memihak. Tentu saja teks dimanfaatkan untuk memenangkan pertarungan idea, kepentingan atau ideologi tertentu kelas tertentu. Sedangkan sebagai seorang peneliti memulainya dengan membuat sampel yang sistematis dari isi media dalam berbagai kategori berdasarkan tujuan penelitian.

Ø Interpreatation (berpegang pada materi yang ada, dicari latarbelakang, konteks agar dapat dikemukakan konsep yang lebih jelas)

Artinya: Kita konsen terhadap satu pokok permasalahan supaya dalam menafsirkan sebuah teks tersebut kita bisa mendapat latar belakang dari masalah tersebut sehingga kemudian kita bisa menentukan sebuah konsep rumusan masalah untuk membedah masalah tersebut.

Ø Ekstrapolasi (menekankan pada daya pikir untuk menangkap hal dibalik yang tersajikan).

Artinya: kita harus memakai sebuah teori untuk bisa menganalisis masalah tersebut, karena degnan teori tersebut kita bisa dengan mudah menentukan isi dari teks yang ada

Ø Meaning (lebih jauhdari interpretasi dengan kemampuan integrative, yaitu inderawi, daya piker dan akal budi)

Artinya: Setelah kita mendapat sebuah teks yang telah ada dan kita juga telah mendapat sebuah gambarang tentang teori yang akan dipakai untuk membedah masalah, maka kita langkah selanjutnya adalah kita memadukann kedua hal tersebut menjadi kesatuan yaitu dengan adanya teks tersebut kita memakai sebuah teori untuk membedahnya.

Dan menurutnya dalam analisis wacana niorman fairclough juga memberika tingkatan, seperti sebagai berikut:

Ø Analisis Mikrostruktur (Proses produksi): menganalisis teks dengan cermat dan focus supay dapat memperoleh data yang dapat menggambarkan representasi teks. Dan juga secara detail aspek yang dikejar dalam tingkat analisis ini adalah garis besar atau isi teks, lokasi, sikap dan tindakan tokoh tersebut dan seterusnya.

Ø Analisis Mesostruktur (Proses interpretasi): terfokus pada dua aspek yaitu produksi teks dan konsumsi teks.

Ø Analisis Makrostruktur (Proses wacana) terfokus pada fenomena dimana teks dibuat,

Dengan demikian, menurut Norman Fairclough untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks.

D. Semiotika Sebagai Teknik

Dalam dunia bahasa semiotika dianggap sebagai tanda (sign) yang terdiri dari dua unsur yang tidak bisa dipisahkan, yaitu penanda (signifiant) dan petanda (signify). Penanda adalah aspek material dari bahasa, sedangkan petanda adalah makna (konsep) yang ada dalam pikiran (mind). Para filsuf yang menekuni kajian bahasa, misalnya Jacques Derrida, menyangkal bahwa bahasa memiliki makna final. Bahasa adalah metafor, sehingga makna yang ditimbulkan selalu bergerak dan berubah sesuai dengan horison pembacaan. Berangkat dari logika ini, kalau bahasa agama merupakan kumpulan teks-teks (tanda) sudah semestinya ia tidak mengenal makna akhir. Di sinilah semiotika mempunyai peran yang signifikan

Semiotika merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut "tanda". Semiotika berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain atas dasar konvensi sosial (Umberto Eco:1976;16).

Istilah semiotika sering digunakan bersama dengan istilah semiologi. Dalam kedua istilah ini tidak terdapat perbedaan yang substantif, tergantung di mana istilah itu populer. Biasanya semiotika lebih mengarah pada tradisi Piercean, sementara istilah semiologi banyak digunakan oleh Saussure. Namun yang terakhir jika dibandingkan dengan yang pertama kian jarang dipakai. Dan ada kecenderungan istilah semiotika lebih populer daripada semiologi, sehingga para penganut madzhab Saussurean pun sering menggunakan istilah semiotika. Namun yang jelas, keduanya merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara signs (tanda-tanda) berdasarkan kode-kode tertentu. Tanda-tanda tersebut akan tampak pada tindak komunikasi manusia lewat bahasa.

Semiotika sosial memandang bahwa sebuah naskah terdiri dari tiga komponen utama: medan wacana (cara pembuat wacana memperlakukan suatu peristiwa); pelibat wacana (sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan beserta atribut sosial mereka dalam suatu wacana), dan sarana wacana (cara pembuat wacana menggunakan bahasa dalam manggambarkan peristiwa).

Jadi, semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan tanda-tanda. Artinya, semiotika mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain, semiotika mempelajari relasi di antara komponen-komponen tanda, serta relasi antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya. Mengamati suatu naskah untuk menemukan apa medan wacana yang ada di sana; siapa yang menjadi pelibat wacananya, dan bagaimana sarana wacananya. Kemudian menafsirkannya sesuai perspektif teori yang dipergunakan dalam penelitian yang sedang dilakukan.

E. Tahap Pengumpulan Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata data secara sistematis untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Catatan dibedakan menjadi dua, yaitu yang deskriptif dan yang reflektif (Noeng Muhadjir.2000: 139). Catatan deskriptif lebih menyajikan kejadian daripada ringkasan. Catatan reflektif lebih mengetengahkan kerangka pikiran, ide dan perhatian dari peneliti. Lebih menampilkan komentar peneliti terhadap fenomena yang dihadapi.

Setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam satuan-satuan dan kategorisasi dan langkah terakhir adalah menafsirkan dan atau memberikan makna terhadap data.

Seperti tampak dalam tabel dibawah ini, CDA Norman Fairclough melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”; “process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik sosio-kultural (Fairclough, 1997: 98). Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Proses pengumpulan data yang multilevel dalam CDA Fairlough ini secara sederhana diperlihatkan dalam Tabel dibawah ini:

Proses Pengumpulan Data dalam CDA Fairclough

No.

Level

Masalah

Level

Analisis

Teknik Pengumpulan Data

1

Sosiokultural

Mikro

- Satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis), contoh: Penggunaan kaidah Nahwu-Sharf Dibantu oleh satu/lebih metode Analisis Naskah (sintagmatis atau paradigmatis)

2

Praktik

Wacana

Meso

- Pengamatan Terlibat pada Produksi Naskah, atau, contoh: Penelusuran Literatur tentang sejarah turunnya ayat (asbabun-nuzul ayat)

- Depth interview dengan pembuat naskah, atau

- “Secondary Data” tentang pembuatan naskah, contoh: Penelusuran Literatur tentang kaidah-kaidah pembuatan hukum (dalil) berdasarkan ayat.

3

Sosiokultural

Makro

- Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli paham dengan tema penelitian, contoh: Depth Interview dengan ulama/ahli agama mengenai pokok kajian

- Secondary data yang relevan dengan tema penelitian

- Penelusuran Literatur yang relevan dengan tema penelitian, contoh: Penelusuran Literatur yang relevan dengan tema penelitian/pokok bahasan

F. Kesimpulan

Dalam hal ini dari penjelasan Norman Fairclough dapat ditarik kesimpulannya bahwasanya dalam analisis wacana seorang peneliti atau penulis melihat teks sebagai hal yang memiliki konteks baik berdasarkan “process of production” atau “text production”; “process of interpretation” atau “text consumption” maupun berdasarkan praktik sosio-kultural. Dengan demikian, untuk memahami wacana (naskah/teks) kita tak dapat melepaskan dari konteksnya. Untuk menemukan ”realitas” di balik teks kita memerlukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks. Dikarenakan dalam sebuah teks tidak lepas akan kepentingan yang yang bersifat subjektif.

Aplikasi analisis wacana dimulai dengan pemilihan naskah (text, talk, act, and artifact) dalam suatu bidang masalah sosial, misalnya naskah (:berita) tentang politik. Selanjutnya kita memilih tiga perangkat analisis wacana yang saling berkaita: perpektif teori, paradigma penelitian, dan metode analisis wacana itu sendiri. Dari penerapan ketiga perangkat tadi secara simultan terhadap naskah yang dipilih akan diperoleh hasil penelitian analisis wacana.

Ø Teks.

Analisis teks menurut Fairclough (1995b) memperhatikan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu bentuk dan makna teks. Bentuk teks selain meliputi analisis linguistik tradisional seperti semantik dan kosakata, juga meliputi analisis penyusunan tekstual termasuk keterkaitan antar teks. Sedangkan makna yang terkandung dalam bentuk-bentuk teks; bentuk teks yang berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda pula.

Ø Praktek Diskursus.

Praktek diskursus ( Fairclough,1995b ) dalam analisis diskursus memiliki dua aspek, yaitu produksi teks dan konsumsi teks. Praktek diskursus berfungsi untuk menjembatani antar teks dan praktek sosial budaya.

Ø Praktek Sosial Budaya.

Analisis dimensi praktek sosial budaya ( Fairclough,1995b ) dari peristiwa komunikasi memiliki tingkat abstraksi yang berbeda dari setiap peristiwa, dapat meliputi konteks situasional ang lebih dekat, konteks yang lebih luas dari praktek institusional yang terdapat dalam peristiwa komunikasi ataupun kerangka yang lebih luas dari masyarakat budaya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

rintihan Qolbu_Q

MY POEM Entah sejak kapan hasrat itu mulai tumbuh dan mulai ingin berkemabang, tapi seingatku dulu saya berkeinginan kuat untuk menjadi seorang penulis, tapi pada kenyataanya sampai detik ini saya sadari, saya belum bisa mengalirkan oretan tinta secara inten, tapi terus terang saya tidak menyesali akan hal itu, karena saya kira semua itu masih dalam tahap proses, tidak gampang untuk bisa inten dan secara kontinoe berkelut dalam hal tulis menulis. Karena ada beberapa faktor yang saya kira itu juga sebuah kendala hanya saja secara kebetulan saja, mengapa saya harus masuk dalam organisasi? Itu sebuah pertanyaan besar bagi saya, sekaligus intropeksi, pada awalnya saya baru menyandang status mahasiswa (semester satu) cita2ku yang pertama adalah aku harus jadi seorang penulis, pikirku dengan gampang, karena dengan menulis saya bisa sedikit meringankan beban orang tua, terlalu jauh memang hayalku tersebut, karena pada saat itu aku baru membangun cita-cita, dan sangat mustahil kalau saya menul

KORUPSI ditinjau dari teori fungsional struktural

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU. No 20 tahun 2001 Jo UU No. 31 tahun 1999, Korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada seseorang karena jabatan/kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi sehingga merugikan negara. Banyak penelitian membahas dan memberikan definisi mengenai korupsi dari berbagai sudut pandang sebagian besar definisi tersebut dititik beratkan pada perilaku.Korupsi yang mana menjadi salah satu hambatan terburuk dalam pembangunan suatu bangsa, korupsi sangat dinikmati oleh orang- orang kaya tetapi sangat menyengsarakan bagi orang-orang miskin dan korupsi merupakan hambatan terbesar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah masyarakat atau negara.Dan rentan sekali menambah kemelaratan warga Negara Indonesia. Terjadinya banyak kasus korupsi di Indonesia merupakan akibat dari buruknya kinerja birokrasi di Indonesia . Sudah menyebar luas di masyarakat bahwa d