MY POEM
Entah sejak kapan hasrat itu mulai tumbuh dan mulai ingin berkemabang, tapi seingatku dulu saya berkeinginan kuat untuk menjadi seorang penulis, tapi pada kenyataanya sampai detik ini saya sadari, saya belum bisa mengalirkan oretan tinta secara inten, tapi terus terang saya tidak menyesali akan hal itu, karena saya kira semua itu masih dalam tahap proses, tidak gampang untuk bisa inten dan secara kontinoe berkelut dalam hal tulis menulis. Karena ada beberapa faktor yang saya kira itu juga sebuah kendala hanya saja secara kebetulan saja, mengapa saya harus masuk dalam organisasi?
Itu sebuah pertanyaan besar bagi saya, sekaligus intropeksi, pada awalnya saya baru menyandang status mahasiswa (semester satu) cita2ku yang pertama adalah aku harus jadi seorang penulis, pikirku dengan gampang, karena dengan menulis saya bisa sedikit meringankan beban orang tua, terlalu jauh memang hayalku tersebut, karena pada saat itu aku baru membangun cita-cita, dan sangat mustahil kalau saya menulis katakanlah sebuah artikel akan langsung dimuat di media dan surat kabar,,,,,,!!!!
Munkin berawal dari keinginanku yang tidak pernah tersampaikan itu, yaitu (bisa meringankan beban orang tua), sehingga pada kenyataanya sampai saat ini saya belum pernah belajar menulis secara inten dan kompeten di bidang ini, apalagi sampai tulisanku dimuat di sebuah media,,,,,??? Itu masih jauh,,,!!!!
Aku sadar bahwa cita-catku tersebut diatas, itu adalah sebuah mimpi yang sangat melambung tinggi, karena dari beberapa sumber yang aku terima baik itu secara lisan atau tulis semuanya mengatakan menulis tujuan yang paling utama bukan karena ingi cari penghasilan, tapi adalah untuk melatih diri dan membuatnya pintar,
Disini saya akan mencoba berbagi atau bisa disebut sebuah kerangka proses dalam melakukan rutinitas bahasa tulis yang mana bisa menjadi alasan sekaligus tujuan dari menulis,,, (dari sebuah buku “Afifah Afra”).
Saya ingin pintar
Berangkat dari sebuah ayat “iqro’ bismirabbikal ladzi khalaq” bagi saya ayat tersebut sangat sacral, karena disana terdapat sebuah makna yang tersembunyi, islam sebagai sebuah iseologi tidak serta merta langsung mendoktrin kaumnya untuk melaksanakan beberapa kewajiban-kewajiban sebagaimana mestinya, kembali kepermasalahan diatas, asumsi saya dengan membudayakan membaca maka kita akan mendapatkan ilmu,,,,,, yang bisa saja teraplikasikan dengan sebuah bentuk tulisan.
Berdakwah lewat pena
Disini saya tidak menafikkan seorang penceramah yang mana dakwah adalah sebagai rutinitasnya, kareana bagi saya, dakwah tidak harus dengan selalu melakukan sosialisasi ceramah, dialog, diskusi, dan lain-lain. Dan saya hanya ingin menekankan bahwa kalau kita kita terbiasa menuangkan pendapat, entah itu apapun bentuknya kedalam bentuk tulisan atau dengan kata lain bahasa tulis, maka pemikiran-pemikiran kita akan tersebar lebih luas lagi dan lebih missal kalau seandainya asumsi kita berdasarkan “amar ma’ruf nahi munkar”.
Berpikir lebih sistematis
Mengapa disini saya bilang kalau dengan bahasa tulis akan berpikiran sistematis, saya mencoba membandingkan seseorang yang ingin menyampaikan sebuah pemikirannya, katakanlah melalu pembicaraan secara langsung, kalupun orang tersebut sudah terbiasa dengan hal itu tapi bagaimana dengan objeknya (komunikan)? Bisa saja dengan dari kata-kata yang diucapkannya kurang bisa dicerna, belum lagi seandainya sang komunikator tersebut belum tersbiasa, yang ada munkin kalimtnya loncat-loncat dan lagi-lagi kalau seandainya ia belum merancang sesuatu yang ingin disampaikan. Ia bisa ngayawara, ngelantur kesana kemari, alhasil apa yang akan disampaikannya tidak terwujudkan danmenjadi rancu.
Lalu bagaimana dengan bahasa tulis???
Asumsi diatas menjadi acuan dalam hal ini, karena hal tersebut akan bisa lebih diantispasi jika kita terbiasa dan membiasakan dalam bentuk bahasa tulis. Ketika kita menulis, kita memiliki kesempatan lebih besar untuk meminimalisir atu mengedit tulisan-tulisan kita kembali untuk mencapai sebuah titik kesempurnaan. Karena disana kita bisa menata jalan pikiran yang berantakan menjadi lebih rapi, sehingga kita bisa mendapatkan hal yang bersipat sebab akibat yang logis, yang sistematis, tanpa direcoki terlalu banyak bumbu yang mempusingkan,,,,,, begitulah kira-kira dari hasil asumsi saya dari dengan bahasa tulis membentuk pola piker yang lebih sistematis.
Memperoleh kepuasan bathin
Kepuasan batin akan kita peroleh jika kita bisa mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi hobi kita masing-masing. Seperti contoh kalau misalkan hobi kita adalah menulis, disaat kita mendapatkan sebuah idea atau pikiran yang kita anggap menarik, biasanya yang muncul dalam benak kita adalah keinginan yangmeledak-ledak untuk menuangkannya. Persis seperti seseorang menyukai suatu benda yang mana ia ingin segera memilikinya. Dan betapa leganya ketika ternyata keinginannya terkabulkan bahwa barang tersebut sudah ada ditangannya dan sudah menjadi miliknya. Begitu juga saya kira dalam dunia tulis menulis, ketika kita ternyata berhasil menuangkan ide-ide itu dalam bentuk tulisan yang tersusun dari bauran kata-kata yang termanage dengan baik. Bukankah kenikamtan yang seperti itu, sungguh mahal harganya????
Mengedalikan emosi
Saya mencoba mengambil dari sebuah fiktif, roni ardiyansyah pernah menuliskan pengalamannya diwaktu ia melakukan jurus ampuhnya untuk meluluhkan hatinya seseorang yang selama ini gadis tersebut selalu menjadi impiannya, singkat cerita,,,, waktu ia melancarkan panah cintanya dengan kata-kata syairnya yang ampuh dan dahsyat, pada saat itu juga si pujaan hatinya memberikan pernyataan yang mana sama sekali bertolak belakang dari harapannya yakni gadis tersebut pada saat itu juga menyatakan tidak menerima cintanya karena beberapa pertimbangan. Dan begitu Roni Ardiyansyah setibanya dirumah dan berjumpa dengan kertas dan pena, ia mendadak mengambarkan dirinya seorang seorang aktris yang ganteng dan kaya raya sehingga disukai oleh banyak gadis yang dan terkenal oleh banyak orang.
Dari sini kita bisa membayangkan, betapa tersipunya dia saat ia menuliskan pengalamannya itu. Tetapi, begitu beliau memungkasi imajinasinya tentang seorang aktris yang punya banyak fans, dan saya yakin dengan cara seperti itu rasa tersipunya itu hilang dengan sendirinya, bahkan yang muncul adalah perasaan lega dan seperti disiram oleh air dari surga pastinya yang ditemani oleh beberapa bidadari gitcoeeeeee.
Maka dari itu, para ahli ilmu jiwa atau yang biasa disebut psikolog menyarankan agar kita sering-sering menulis untuk melatih kecerdasan emosi, jangan abaikan katarsis, karena sering kali berbuntut destryktif, alias kerusakan-kerusakan yang kita ciptakan tanpa kita piker panjang. Soalnya, jika kita sedang marah, yang dominan pada otak kita adalah bagian primitive yang sama dengan otak reptilian.
Ekpresi empatidan pembelaan
banyak dari seorang penulis memiliki sejarah hidup yang gemilang karena semangat kepahlawanan yang mereka miliki. Dalam buku yang saya baca ini menceritakan seorang penulis yang bernama “Sayyid Qutb” ia ditahan oleh rezim otoriter dan hidupnya berakhir di tiang gantungan. Pena yang ia teteskan hingga menjadi goresan-goresan indah dalam setiap baitnya di sebuah kertas-kertas yang ia susun menjadi sebuah buku. Ternyata lebih tajam dari pada pedang dalam sebuah penegakan keadilan dan kebenaran.
Saya tentu saja tidak sedahsyat qutb yang telah banyak menggoreskan tintanya dan demi sebuah penegakan kebenaran ia rela sampan ia mati. Tapi disini saya mencoba menyaliurkan bakatku dalam sebuah bentuk bahasa tulis. Karena munkin cara ini saya bisa berbagi dengan siapapun yang membutuhkannya. Karena dengan beberapa tulisan seseorang bisa selamanya akan terus dikenang oleh pembaca.
Pingen awet muda
Fatimah mernissi, seorang penulis wanita asal Maroko mengatakan bahwa kebiasaan menulis akan membuat kita awet muda. “menulis lebih baik dari pada operasi pengencangan kulit wajah”. demikian dalam pengantar bukunya.
Bahkan pesannya, “usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit anda akan menjadi segar. Kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa!! Dari saat anda bangu tidur, menulis meningkatkan aktivitas sel, dengan coretan pertama diatas kertas kosong, kantung dibawah mat akita akan segera lenyap anda akan terasa segar kembali.”
Menulis membuat kita tidak perlu susah payah melakukan operasi plastic guna untuk menghilangkan kerutan-kerutan. Jangan hawatir bahwa ‘kelakuan kita’ itu akan membangkrutkan para spesialis bedah plastic, santai saja!!!! Karena tidak munkin semua orang bisa menulis, karena kesibukan dan kepentingan kita berbeda-beda. Setujukah anda???. Dan saya kira lebih kaya dari pada kita karena sudah banyak para pasien yang banyak. Karena pilihan menjadi penulis itu terkadang begitu elitis, tidak semua orang bersedia.
Anda boleh percaya dan boleh tidak, tetapi sebagaimana yang ditulis dalam buku ini (afifah afra) berpendapat bahwasanya hidupnya lebih hidup karena menulis.
Ingin punya banyak teman
Dengan menulis—apalagi,ketika kita bergabung dengan sebuah komunitas para penulis, biasanya akan membukakan pintu pergaulan seluas-luasnya. Ketika kita menulis, karya kita tersebar, dan yang pasti ada feedback dari seorang pembaca. Satu persatu dari pembaca kita akan mengomentari tulisan kita dan ada juga yang ngirim surat, email. Dan lain sebagainya, dan kalau kitatelaten mebalasnya. Maka yang jelas sahabta dari pena kita aka terus bertambah.
Ingin medapatkan penghasilan
Jujur saja, mulai dulu semenjak saya mempunyai cita-cita ingin jadi seorang karena saya ingin jadi orang yang kaya dan bisa membantu beban orang tua. Tetapi kembali lagi pada
Entah sejak kapan hasrat itu mulai tumbuh dan mulai ingin berkemabang, tapi seingatku dulu saya berkeinginan kuat untuk menjadi seorang penulis, tapi pada kenyataanya sampai detik ini saya sadari, saya belum bisa mengalirkan oretan tinta secara inten, tapi terus terang saya tidak menyesali akan hal itu, karena saya kira semua itu masih dalam tahap proses, tidak gampang untuk bisa inten dan secara kontinoe berkelut dalam hal tulis menulis. Karena ada beberapa faktor yang saya kira itu juga sebuah kendala hanya saja secara kebetulan saja, mengapa saya harus masuk dalam organisasi?
Itu sebuah pertanyaan besar bagi saya, sekaligus intropeksi, pada awalnya saya baru menyandang status mahasiswa (semester satu) cita2ku yang pertama adalah aku harus jadi seorang penulis, pikirku dengan gampang, karena dengan menulis saya bisa sedikit meringankan beban orang tua, terlalu jauh memang hayalku tersebut, karena pada saat itu aku baru membangun cita-cita, dan sangat mustahil kalau saya menulis katakanlah sebuah artikel akan langsung dimuat di media dan surat kabar,,,,,,!!!!
Munkin berawal dari keinginanku yang tidak pernah tersampaikan itu, yaitu (bisa meringankan beban orang tua), sehingga pada kenyataanya sampai saat ini saya belum pernah belajar menulis secara inten dan kompeten di bidang ini, apalagi sampai tulisanku dimuat di sebuah media,,,,,??? Itu masih jauh,,,!!!!
Aku sadar bahwa cita-catku tersebut diatas, itu adalah sebuah mimpi yang sangat melambung tinggi, karena dari beberapa sumber yang aku terima baik itu secara lisan atau tulis semuanya mengatakan menulis tujuan yang paling utama bukan karena ingi cari penghasilan, tapi adalah untuk melatih diri dan membuatnya pintar,
Disini saya akan mencoba berbagi atau bisa disebut sebuah kerangka proses dalam melakukan rutinitas bahasa tulis yang mana bisa menjadi alasan sekaligus tujuan dari menulis,,, (dari sebuah buku “Afifah Afra”).
Saya ingin pintar
Berangkat dari sebuah ayat “iqro’ bismirabbikal ladzi khalaq” bagi saya ayat tersebut sangat sacral, karena disana terdapat sebuah makna yang tersembunyi, islam sebagai sebuah iseologi tidak serta merta langsung mendoktrin kaumnya untuk melaksanakan beberapa kewajiban-kewajiban sebagaimana mestinya, kembali kepermasalahan diatas, asumsi saya dengan membudayakan membaca maka kita akan mendapatkan ilmu,,,,,, yang bisa saja teraplikasikan dengan sebuah bentuk tulisan.
Berdakwah lewat pena
Disini saya tidak menafikkan seorang penceramah yang mana dakwah adalah sebagai rutinitasnya, kareana bagi saya, dakwah tidak harus dengan selalu melakukan sosialisasi ceramah, dialog, diskusi, dan lain-lain. Dan saya hanya ingin menekankan bahwa kalau kita kita terbiasa menuangkan pendapat, entah itu apapun bentuknya kedalam bentuk tulisan atau dengan kata lain bahasa tulis, maka pemikiran-pemikiran kita akan tersebar lebih luas lagi dan lebih missal kalau seandainya asumsi kita berdasarkan “amar ma’ruf nahi munkar”.
Berpikir lebih sistematis
Mengapa disini saya bilang kalau dengan bahasa tulis akan berpikiran sistematis, saya mencoba membandingkan seseorang yang ingin menyampaikan sebuah pemikirannya, katakanlah melalu pembicaraan secara langsung, kalupun orang tersebut sudah terbiasa dengan hal itu tapi bagaimana dengan objeknya (komunikan)? Bisa saja dengan dari kata-kata yang diucapkannya kurang bisa dicerna, belum lagi seandainya sang komunikator tersebut belum tersbiasa, yang ada munkin kalimtnya loncat-loncat dan lagi-lagi kalau seandainya ia belum merancang sesuatu yang ingin disampaikan. Ia bisa ngayawara, ngelantur kesana kemari, alhasil apa yang akan disampaikannya tidak terwujudkan danmenjadi rancu.
Lalu bagaimana dengan bahasa tulis???
Asumsi diatas menjadi acuan dalam hal ini, karena hal tersebut akan bisa lebih diantispasi jika kita terbiasa dan membiasakan dalam bentuk bahasa tulis. Ketika kita menulis, kita memiliki kesempatan lebih besar untuk meminimalisir atu mengedit tulisan-tulisan kita kembali untuk mencapai sebuah titik kesempurnaan. Karena disana kita bisa menata jalan pikiran yang berantakan menjadi lebih rapi, sehingga kita bisa mendapatkan hal yang bersipat sebab akibat yang logis, yang sistematis, tanpa direcoki terlalu banyak bumbu yang mempusingkan,,,,,, begitulah kira-kira dari hasil asumsi saya dari dengan bahasa tulis membentuk pola piker yang lebih sistematis.
Memperoleh kepuasan bathin
Kepuasan batin akan kita peroleh jika kita bisa mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi hobi kita masing-masing. Seperti contoh kalau misalkan hobi kita adalah menulis, disaat kita mendapatkan sebuah idea atau pikiran yang kita anggap menarik, biasanya yang muncul dalam benak kita adalah keinginan yangmeledak-ledak untuk menuangkannya. Persis seperti seseorang menyukai suatu benda yang mana ia ingin segera memilikinya. Dan betapa leganya ketika ternyata keinginannya terkabulkan bahwa barang tersebut sudah ada ditangannya dan sudah menjadi miliknya. Begitu juga saya kira dalam dunia tulis menulis, ketika kita ternyata berhasil menuangkan ide-ide itu dalam bentuk tulisan yang tersusun dari bauran kata-kata yang termanage dengan baik. Bukankah kenikamtan yang seperti itu, sungguh mahal harganya????
Mengedalikan emosi
Saya mencoba mengambil dari sebuah fiktif, roni ardiyansyah pernah menuliskan pengalamannya diwaktu ia melakukan jurus ampuhnya untuk meluluhkan hatinya seseorang yang selama ini gadis tersebut selalu menjadi impiannya, singkat cerita,,,, waktu ia melancarkan panah cintanya dengan kata-kata syairnya yang ampuh dan dahsyat, pada saat itu juga si pujaan hatinya memberikan pernyataan yang mana sama sekali bertolak belakang dari harapannya yakni gadis tersebut pada saat itu juga menyatakan tidak menerima cintanya karena beberapa pertimbangan. Dan begitu Roni Ardiyansyah setibanya dirumah dan berjumpa dengan kertas dan pena, ia mendadak mengambarkan dirinya seorang seorang aktris yang ganteng dan kaya raya sehingga disukai oleh banyak gadis yang dan terkenal oleh banyak orang.
Dari sini kita bisa membayangkan, betapa tersipunya dia saat ia menuliskan pengalamannya itu. Tetapi, begitu beliau memungkasi imajinasinya tentang seorang aktris yang punya banyak fans, dan saya yakin dengan cara seperti itu rasa tersipunya itu hilang dengan sendirinya, bahkan yang muncul adalah perasaan lega dan seperti disiram oleh air dari surga pastinya yang ditemani oleh beberapa bidadari gitcoeeeeee.
Maka dari itu, para ahli ilmu jiwa atau yang biasa disebut psikolog menyarankan agar kita sering-sering menulis untuk melatih kecerdasan emosi, jangan abaikan katarsis, karena sering kali berbuntut destryktif, alias kerusakan-kerusakan yang kita ciptakan tanpa kita piker panjang. Soalnya, jika kita sedang marah, yang dominan pada otak kita adalah bagian primitive yang sama dengan otak reptilian.
Ekpresi empatidan pembelaan
banyak dari seorang penulis memiliki sejarah hidup yang gemilang karena semangat kepahlawanan yang mereka miliki. Dalam buku yang saya baca ini menceritakan seorang penulis yang bernama “Sayyid Qutb” ia ditahan oleh rezim otoriter dan hidupnya berakhir di tiang gantungan. Pena yang ia teteskan hingga menjadi goresan-goresan indah dalam setiap baitnya di sebuah kertas-kertas yang ia susun menjadi sebuah buku. Ternyata lebih tajam dari pada pedang dalam sebuah penegakan keadilan dan kebenaran.
Saya tentu saja tidak sedahsyat qutb yang telah banyak menggoreskan tintanya dan demi sebuah penegakan kebenaran ia rela sampan ia mati. Tapi disini saya mencoba menyaliurkan bakatku dalam sebuah bentuk bahasa tulis. Karena munkin cara ini saya bisa berbagi dengan siapapun yang membutuhkannya. Karena dengan beberapa tulisan seseorang bisa selamanya akan terus dikenang oleh pembaca.
Pingen awet muda
Fatimah mernissi, seorang penulis wanita asal Maroko mengatakan bahwa kebiasaan menulis akan membuat kita awet muda. “menulis lebih baik dari pada operasi pengencangan kulit wajah”. demikian dalam pengantar bukunya.
Bahkan pesannya, “usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit anda akan menjadi segar. Kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa!! Dari saat anda bangu tidur, menulis meningkatkan aktivitas sel, dengan coretan pertama diatas kertas kosong, kantung dibawah mat akita akan segera lenyap anda akan terasa segar kembali.”
Menulis membuat kita tidak perlu susah payah melakukan operasi plastic guna untuk menghilangkan kerutan-kerutan. Jangan hawatir bahwa ‘kelakuan kita’ itu akan membangkrutkan para spesialis bedah plastic, santai saja!!!! Karena tidak munkin semua orang bisa menulis, karena kesibukan dan kepentingan kita berbeda-beda. Setujukah anda???. Dan saya kira lebih kaya dari pada kita karena sudah banyak para pasien yang banyak. Karena pilihan menjadi penulis itu terkadang begitu elitis, tidak semua orang bersedia.
Anda boleh percaya dan boleh tidak, tetapi sebagaimana yang ditulis dalam buku ini (afifah afra) berpendapat bahwasanya hidupnya lebih hidup karena menulis.
Ingin punya banyak teman
Dengan menulis—apalagi,ketika kita bergabung dengan sebuah komunitas para penulis, biasanya akan membukakan pintu pergaulan seluas-luasnya. Ketika kita menulis, karya kita tersebar, dan yang pasti ada feedback dari seorang pembaca. Satu persatu dari pembaca kita akan mengomentari tulisan kita dan ada juga yang ngirim surat, email. Dan lain sebagainya, dan kalau kitatelaten mebalasnya. Maka yang jelas sahabta dari pena kita aka terus bertambah.
Ingin medapatkan penghasilan
Jujur saja, mulai dulu semenjak saya mempunyai cita-cita ingin jadi seorang karena saya ingin jadi orang yang kaya dan bisa membantu beban orang tua. Tetapi kembali lagi pada
Komentar