Langsung ke konten utama

konflik tiada akhir


Salah satu masalah yang tetap saja menonjol dalam perkembangan era globalisasi ini, hamper sepanjang abad 20 adalah masalah timur tengah, terutama persengketaan Israel dengan Negara-negara sekutunya yang kebanyakan didominasi oleh masyarakat muslim. Seperti, arab Saudi,
Lebanon, palestina,
Terakhir kompas edisi minggu 4 januari memberitakan konflik tentang timur tengah anatar sua sekutu yaitu
Israel dan palestina. Dan pada kesempatan ini berita tersebut saya angkat menjadi contoh kasus dalam memenuhi tugas sosiologi budaya. Krena saya lihat fenomena tersebut sangat erat sekali hubungannya dengan social.
Tanpa harus menghilangkan persepsi-persepsi yang beda dari segi pandangan oraang lain tentang fenoma itu, saya mencoba menganalisis fenomena tersebut melalui pendekatan-pendekatan yang telah tersaji dalam ilmu sosiologi.
Gencatan dengan serangan roket dan mortir yang tidak kunjung berakhir dari jalur
Gaza, militer Israel menyerang balik melalui udara sejak 27 Desember 2008. hingga sampai saat ini telah banyak korban dari kejadian tersebut. Kurang lebih 800 orang tewas baik itu warga sipil dan militer dari kedua belah pihak.
Gerakan Zionisme modern tampaknya mencapai kesuksesan yang luar biasa. Gerakan tersebut dewasa ini munkin tengah berada di puncak kesuksesan. Gerakan itu dimulai hanya dengan tekad dan semangat yang dimiliki suatu kelompook kecil manusia yang sangat menderita dan selalu perlakuan penindasan. Itulah sekelumit tentang lahirnya sebuah kelompok minoritas yang mempunyai semangat tinggi dan setelah meraih kesuksesan akan segera menyusun rencana untuk membalas dendam pada kelompok-kelompok yang lainnya yang selama itu selalu menjadikannya budak-budakan, akan tetapi lepas dari hal istilah balas dendam yang dilakukan dari sebuah kelompok terhadap kelompok lain bias saja sebuah rencana yang memang terencana yang banyak didasari oleh berbagai latar belakang masalah, mulai masalah ideology, politik, ekonomi dan sebagainya,
Sertiap gerakan tidak munkin terjadi tanpa pemikiran yang melatarbelakanginya. Pemikiran itu terkadang timbul dari sebuah asumsi tentang pandangan hidup dan dunia yang dimiliki sekelompok orang tentang dirinya dan dunia sekelilingnya. Dan tulisan ini dimaksudkan untuk mecari latar belakang dari sebuah fenomena yang ada pada berita yang saya telah sebutkan diatas tadi.
Dewasa ini, beberapa tahun sebelum berakhirnya abad 20, Negara Zionis Israel ditimur tengah telah menjadi demikian berkuasa sehingga ia merasa berhak, memiliki kemampuan, dan memang berkali-kali bertindak sewenang-wenang melakukan penyerangan terhadap kelompok dan Negara mana saja, yang dianggapnya mengan cam ke eksistensiannya. Dan dalam proses tindakan yang dianggapnya membela diri itu, ia merasa wajar, sama sekali tidak ganjil dan tidak aneh apbila pada waktu yang sama seperti sekarang ini. Ia setiap hari menginjak0injak hak-hak manusia bahkan lebih dari itu sering kali sampai nyawapun harus menjadi korban dari sifat ketidak prikemanusiaan itu.
Agresi militer
Israel ke Palestina secara membabi buta dan emosional dengan dalih menghancurkan pusat-pusat persenjataan Hamas adalah sebuah anomali. Dengan agresi ini, Israel ingin membalas serangan yang dilancarkan pejuang Hamas yang menembakkan roketnya ke permukiman Israel.
Agresi ini diklaim paling besar dalam sepuluh tahun terakhir. Dan bisa diprediksi, korban terbanyak adalah kaum sipil yang tidak berdosa, korban dikabarkan mencapai kurang lebih 300 orang dan mungkin bisa lebih melihat agresi
Israel yang berlangsung terus-menerus.
Konflik Palestina – Israel menurut sejarah sudah 31 tahun ketika pada tahun 1967 Israel menyerang Mesir, Yordania dan Syria dan berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania).. Sampai sekarang perdamaian sepertinya jauh dari harapan. Ditambah lagi terjadi ketidaksepakatan tentang masa depan Palestina dan hubungannya dengan
Israel di antara faksi-faksi di Palestina sendiri.
Agresi militer
Israel ke Palestina secara membabi buta dan emosional dengan dalih menghancurkan pusat-pusat persenjataan Hamas adalah sebuah anomali. Dengan agresi ini, Israel ingin membalas serangan yang dilancarkan pejuang Hamas yang menembakkan roketnya ke permukiman Israel.
Agresi ini diklaim paling besar dalam sepuluh tahun terakhir. Dan bisa diprediksi, korban terbanyak adalah kaum sipil yang tidak berdosa, korban dikabarkan mencapai kurang lebih 300 orang dan mungkin bisa lebih melihat agresi
Israel yang berlangsung terus-menerus. Dilihat dari segi sejarah antara kedua belah pihak mulai dari tahun 1947 sampai sekarang.

Sejarah dari kedua belah pihak

Ø 1947
PBB merekomendasikan pemecahan Palestina menjadi dua negara: Arab dan
Israel.

Ø
1948, 14 Mei.
Sehari sebelum habisnya perwalian Inggris di Palestina, para pemukim Yahudi memproklamirkan kemerdekaan negara
Israel. Mereka melakukan agresi bersenjata terhadap rakyat Palestina yang masih lemah, hingga jutaan dari mereka terpaksa mengungsi ke Libanon, Yordania, Syria, Mesir dan lain-lain. Palestina Refugees menjadi tema dunia. Namun mereka menolak eksistensi Palestina dan menganggap mereka telah memajukan areal yang semula kosong dan terbelakang. Timbullah perang antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya. Namun karena para pemimpin Arab sebenarnya ada di bawah pengaruh Inggris – lihat Imperialisme Perancis dan Inggris di tanah Arab sejak tahun 1798 – maka Israel mudah merebut daerah Arab Palestina yang telah ditetapkan PBB.

Ø
1948, 2 Desember
Protes keras Liga Arab atas tindakan AS dan sekutunya berupa dorongan dan fasilitas yang mereka berikan bagi imigrasi zionis ke Palestina. Pada waktu itu, Ikhwanul Muslimin (IM) di bawah Hasan Al-Banna mengirim 10.000 mujahidin untuk berjihad melawan
Israel. Usaha ini kandas bukan karena mereka dikalahkan Israel, namun karena Raja Farouk yang korup dari Mesir takut bahwa di dalam negeri IM bisa melakukan kudeta, akibatnya tokoh-tokoh IM dipenjara atau dihukum mati.

Ø 1956, 29 Oktober
Israel dibantu Inggris dan Perancis menyerang Sinai untuk menguasai terusan Suez. Pada kurun waktu ini, militer di Yordania menawarkan baiat ke Hizbut Tahrir (salah satu harakah Islam) untuk mendirikan kembali Khilafah. Namun Hizbut Tahrir menolak, karena melihat rakyat belum siap.

Ø 1964
Para pemimpin Arab membentuk PLO (Palestine Liberation Organization). Dengan ini secara resmi, nasib Palestina diserahkan ke pundak bangsa Arab-Palestina sendiri, dan tidak lagi urusan umat Islam. Masalah Palestina direduksi menjadi persoalan nasional bangsa Palestina.

Ø 1967
Israel 0menyerang Mesir, Yordania dan Syria selama 6 hari dengan dalih pencegahan, Israel berhasil merebut Sinai dan Jalur Gaza (Mesir), dataran tinggi Golan (Syria), Tepi Barat dan Yerussalem (Yordania).
Israel dengan mudah menghancurkan angkatan udara musuhnya karena dibantu informasi dari CIA (Central Intelligence Agency = Badan Intelijen Pusat milik USA). Sementara itu angkatan udara Mesir ragu membalas serangan Israel, karena Menteri Pertahanan Mesir ikut terbang dan memerintahkan untuk tidak melakukan tembakan selama dia ada di udara.

Ø 1967, Nopember
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 242, untuk perintah penarikan mundur Israel dari wilayah yang direbutnya dalam perang 6 hari, pengakuan semua negara di kawasan itu, dan penyelesaian secara adil masalah pengungsi Palestina.

Ø 1969
Yasser Arafat dari faksi Al-Fatah terpilih sebagai ketua Komite Eksekutif PLO dengan markas di Yordania.

Ø 1970
Berbagai pembajakan pesawat sebagai publikasi perjuangan rakyat Palestina membuat PLO dikecam oleh opini dunia, dan Yordania pun dikucilkan. Karena ekonomi Yordania sangat tergantung dari AS, maka akhirnya Raja Husein mengusir markas PLO dari Yordania. Dan akhirnya PLO pindah ke Libanon.

Ø 1973, 6 Oktober
Mesir dan
Syria menyerang pasukan Israel di Sinai dan dataran tinggi Golan pada hari puasanya Yahudi Yom Kippur. Pertempuran ini dikenal dengan Perang Oktober. Mesir dan Syria hampir menang, kalau Israel tidak tiba-tiba dibantu oleh AS. Presiden Mesir Anwar Sadat terpaksa berkompromi, karena dia cuma siap untuk melawan Israel, namun tidak siap berhadapan dengan AS. Arab membalas kekalahan itu dengan menutup keran minyak. Akibatnya harga minyak melonjak pesat.

Ø 1973, 22 Oktober
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi Nomor 338, untuk gencatan senjata, pelaksanaan resolusi Nomor 242 dan perundingan damai di Timur Tengah.

Ø 1977
Pertimbangan ekonomi (perang telah memboroskan kas negara) membuat Anwar Sadat pergi ke
Israel tanpa konsultasi dengan Liga Arab. Ia menawarkan perdamaian, jika Israel mengembalikan seluruh Sinai. Negara-negara Arab merasa dikhianati. Karena langkah politiknya ini, belakangan Anwar Sadat dibunuh pada tahun 1982.

Ø 1978, September
Mesir dan
Israel menandatangani perjanjian Camp David yang diprakarsai AS. Perjanjian itu menjanjikan otonomi terbatas kepada rakyat Palestina di wilayah-wilayah pendudukan Israel. Sadat dan PM Israel Menachem Begin dianugerahi Nobel Perdamaian 1979. namun Israel tetap menolak perundingan dengan PLO dan PLO menolak otonomi. Belakangan, otonomi versi Camp David ini tidak pernah diwujudkan, demikian juga otonomi versi lainnya. Dan AS sebagai pemrakarsanya juga tidak merasa wajib memberi sanksi, bahkan selalu memveto resolusi PBB yang tidak menguntungkan pihak Israel.

Ø 1980
Israel secara sepihak menyatakan bahwa mulai musim panas 1980 kota Yerussalem yang didudukinya itu resmi sebagai ibukota.

Ø 1982
Israel menyerang Libanon dan membantai ratusan pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila. Pelanggaran terhadap batas-batas internasional ini tidak berhasil dibawa ke forum PBB karena – lagi-lagi – veto dari AS. Belakangan Israel juga dengan enaknya melakukan serangkaian pemboman atas instalasi militer dan sipil di Iraq, Libya dan Tunis.

Ø 1987
Intifadhah, perlawanan dengan batu oleh orang-orang Palestina yang tinggal di daerah pendudukan terhadap tentara
Israel mulai meledak. Intifadhah ini diprakarsai oleh HAMAS, suatu harakah Islam yang memulai aktivitasnya dengan pendidikan dan sosial.

Ø 1988, 15 Nopember
Diumumkan berdirinya negara Palestina di Aljiria, ibu
kota Aljazair. Dengan bentuk negara Republik Parlementer. Ditetapkan bahwa Yerussalem Timur sebagai ibukota negara dengan Presiden pertamanya adalah Yasser Arafat.
Setelah Yasser Arafat mangkat kursi presiden diduduki oleh Mahmud Abbas. Dewan Nasional Palestina, yang identik dengan Parlemen Palestina beranggotakan 500 orang.

Ø 1988, Desember
AS membenarkan pembukaan dialog dengan PLO setelah Arafat secara tidak langsung mengakui eksistensi Israel dengan menuntut realisasi resolusi PBB Nomor 242 pada waktu memproklamirkan Republik Palestina di pengasingan di Tunis.

Ø 1991, Maret
Yasser Arafat menikahi Suha, seorang wanita Kristen. Sebelumnya Arafat selalu mengatakan “menikah dengan revolusi Palestina”.

Ø 1993, September
PLO – Israel saling mengakui eksistensi masing-masing dan Israel berjanji memberikan hak otonomi kepada PLO di daerah pendudukan. Motto Israel adalah “land for peace” (tanah untuk perdamaian). Pengakuan itu dikecam keras oleh pihak ultra-kanan Israel maupun kelompok di Palestina yang tidak setuju. Namun negara-negara Arab (Saudi Arabia, Mesir, Emirat dan Yordania) menyambut baik perjanjian itu. Mufti Mesir dan Saudi mengeluarkan “fatwa” untuk mendukung perdamaian.
Setelah kekuasaan di daerah pendudukan dialihkan ke PLO, maka sesuai perjanjian dengan Israel, PLO harus mengatasi segala aksi-aksi anti Israel. Dengan ini maka sebenarnya PLO dijadikan perpanjangan tangan Yahudi.

Yasser Arafat, Yitzak Rabin dan Shimon Peres mendapat Nobel Perdamaian atas usahanya tersebut.

Ø 1995

Rabin dibunuh oleh Yigar Amir, seorang Yahudi fanatik. Sebelumnya, di Hebron, seorang Yahudi fanatik membantai puluhan Muslim yang sedang shalat subuh. Hampir tiap orang dewasa di Israel, laki-laki maupun wanita, pernah mendapat latihan dan melakukan wajib militer. Gerakan Palestina yang menuntut kemerdekaan total menteror ke tengah masyarakat Israel dengan bom “bunuh diri”. Targetnya, menggagalkan usaha perdamaian yang tidak adil itu. Sebenarnya “land for peace” diartikan Israel sebagai “Israel dapat tanah, dan Arab Palestina tidak diganggu (bisa hidup damai).”

Ø 1996

Pemilu di Israel dimenangkan secara tipis oleh Netanyahu dari partai kanan, yang berarti kemenangan Yahudi yang anti perdamaian. Netanyahu mengulur-ulur waktu pelaksanaan perjanjian perdamaian. Ia menolak adanya negara Palestina, agar Palestina tetap sekedar daerah otonom di dalam Israel. Ia bahkan ingin menunggu/menciptakan kontelasi baru (pemukiman Yahudi di daerah pendudukan, bila perlu perluasan hingga ke Syria dan Yordania) untuk sama sekali membuat perjanjian baru.
AS tidak senang bahwa Israel jalan sendiri di luar garis yang ditetapkannya. Namun karena lobby Yahudi di AS terlalu kuat, maka Bill Clinton harus memakai agen-agennya di negara-negara Arab untuk “mengingatkan” si “anak emasnya” ini. Maka sikap negara-negara Arab tiba-tiba kembali memusuhi Israel. Mufti Mesir malah kini memfatwakan jihad terhadap Israel. Sementara itu Uni Eropa (terutama Inggris dan Perancis) juga mencoba “aktif” menjadi penengah, yang sebenarnya juga hanya untuk kepentingan masing-masing dalam rangka menanamkan pengaruhnya di wilayah itu. Mereka juga tidak rela kalau AS “jalan sendiri” tanpa bicara dengan Eropa.

Ø 2002 - Sampai sekarang

Sebuah usul perdamaian saat ini adalah Peta menuju perdamaian yang diajukan oleh Empat Serangkai Uni Eropa, Rusia, PBB dan Amerika Serikat pada 17 September 2002. Israel juga telah menerima peta itu namun dengan 14 "reservasi". Pada saat ini Israel sedang menerapkan sebuah rencana pemisahan diri yang kontroversial yang diajukan oleh Perdana Menteri Ariel Sharon. Menurut rencana yang diajukan kepada AS, Israel menyatakan bahwa ia akan menyingkirkan seluruh "kehadiran sipil dan militer yang permanen" di Jalur Gaza (yaitu 21 pemukiman Yahudi di sana, dan 4 pemumikan di Tepi Barat), namun akan "mengawasi dan mengawal kantong-kantong eksternal di darat, akan mempertahankan kontrol eksklusif di wilayah udara Gaza, dan akan terus melakukan kegiatan militer di wilayah laut dari Jalur Gaza." Pemerintah Israel berpendapat bahwa "akibatnya, tidak akan ada dasar untuk mengklaim bahwa Jalur Gaza adalah wilayah pendudukan," sementara yang lainnya berpendapat bahwa, apabila pemisahan diri itu terjadi, akibat satu-satunya ialah bahwa Israel "akan diizinkan untuk menyelesaikan tembok – artinya, Penghalang Tepi Barat Israel – dan mempertahankan situasi di Tepi Barat seperti adanya sekarang ini"Di hari kemenangan Partai Kadima pada pemilu tanggal 28 Maret 2006 di Israel, Ehud Olmert – yang kemudian diangkat sebagai Perdana Menteri Israel menggantikan Ariel Sharon yang berhalangan tetap karena sakit – berpidato. Dalam pidato kemenangan partainya, Olmert berjanji untuk menjadikan Israel negara yang adil, kuat, damai, dan makmur, menghargai hak-hak kaum minoritas, mementingkan pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta terutama sekali berjuang untuk mencapai perdamaian yang kekal dan pasti dengan bangsa Palestina. Olmert menyatakan bahwa sebagaimana Israel bersedia berkompromi untuk perdamaian, ia mengharapkan bangsa Palestina pun harus fleksibel dengan posisi mereka. Ia menyatakan bahwa bila Otoritas Palestina, yang kini dipimpin Hamas, menolak mengakui Negara Israel, maka Israel "akan menentukan nasibnya di tangannya sendiri" dan secara langsung menyiratkan aksi sepihak. Masa depan pemerintahan koalisi ini sebagian besar tergantung pada niat baik partai-partai lain untuk bekerja sama dengan perdana menteri yang baru terpilih
Sementara itu sebelum terjadinya serangan habis-habisan Israel ke Gaza (27/12/2008), sudah terjadi serangan-serangan kecil di antara kedua belah pihak di sekitar Jalur Gaza, disebabkan Israel menutup tempat-tempat penyeberangan atau jalur komersial ke Gaza sehingga pasokan bahan bakar minyak terhenti, yang memaksa satu-satunya pusat pembangkit listrik di Jalur Gaza tutup.

I.Kerangka Pemikiran

Landasan dan kerangka pemikiran yang dipergunakan dalam menganalisa konflik Arab-Israel ini adalah berdasarkan pada asumsi-asumsi dasar dan srategi perdamaian Liberalisme. Dimana, Liberalis memiliki kecenderungan menggunakan cara-cara kooperatif, negosiasi dan diplomasi dalam menyelesaikan sengketa di bandingkan dengan menggunakan kekuatan militer. Bagi Liberalis damai didapat dengan perang (peace is prior to war) dan sebaliknya “war is necessary evil”
Pandangan war as a necessary evil yang melihat perang sebagai sebuah kejahatan yang perlu dilakukan untuk perdamaian, melahirkan doktrin ius ad bellum yang terdiri dari tiga landasan filosofis Liberalis, antara lain : Landasan pertama adalah tentang kemungkinan penerapan perang sebagai
® suatu instrumen untuk mencapai kepentingan tertentu. Namun hal ini dapat dilakukan dengan syarat: pertama, tujuan perang adalah menciptakan perdamaian positif, yang dipandang sebagai suatu proses untuk menciptakan tradisi penciptaan alternatif-alternatif resolusi konflik yang tidak memungkinkan diterapkannya opsi penggunaan kekerasan. Kedua, perang bukanlah sesuatu yang dikehendaki, dan karenanya harus dijadikan sebagai pilihan terakhir (last resort) yang terpaksa dipilih karena eksplorasi alternatif yang lain gagal.
Landasan kedua adalah Authority, yaitu ssebuah negara dapat
® mendeklarasikan perang terhadap negara lain dan secara moral deklarasi itu dapat dinilai sebagai just war hanya jika deklarasi itu dideklarasikan oleh pemerintah yang sah (authority), ditujukan murni unutk pertahanan (causta iusta), dan peperangan dilakukan untuk menciptakan kembali perdamaian (intentio recta), sehingga satu-satunya motivasi perang adalah untuk mempertahankan diri dari agresi lawan (legitimate self-defense).
Landasan ketiga adalah bahwa setiap usaha yang dilakukan dalam
® pertempuran tidak boleh melanggar standar-standar moral/standar HAM yang ada yang mengacu pada syarat diskriminasi (membedakan tindakan terhadap combatant dan noncombatant) dan proportionalitas (mengkalkulasikan biaya dan kerusakan yang timbul akibat perang).
Meskipun dalam paham Liberalis meyakini war = justify (dibenarkan), namun tetap saja Liberalis sangat menekankan penyelesaian konflik dengan jalan negosiasi dan diplomasi yang jauh dari tindakan-tindakan kekerasan serta mengupayakan terciptanya positive peace, perdamaian yang dapat diselesaikan hingga ke akar persoalan sehingga kondisi damai tersebut bertahan terus menerus yaitu apa yang disebut Immanuel Kant sebagai perpetual peace , dan hal tersebut hanya dapat tercapai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Pemikiran Liberalis penting lainnya adalah menjadikan individu atau institusi non negara sebagai unit utama analisanya. Institusi dipandang dapat mengurangi negara dari unsur kalkulasi kepentingan sendiri menjadi seberapa besar bagi setiap tindakan mereka memberikan dampak terhadap power-nya. Institusi adalah variabel indenpenden dan kemampuan menghindarkan negara dari perang.
Dalam resolusi konflik, Liberalis juga cenderung menggunakan institusi sebagai pihak ketiga (third party Intervention). Intervensi pihak ketiga dalam menyelesaikan konflik dianggap penting oleh Liberalis dikarenakan asumsi mereka bahwa penyelesaian konflik harus memberikan keuntungan/keputusan yang sama baiknya bagi pihak yang bersengketa (positive sum game). Sebaliknya Institusi sering menjadi alat kepentingan negara, sehingga konflik juga sering dipandang sebagai alat pemenuhan kepentingan pihak tertentu.
Liberalis yakin bahwa kerjasama negara dalam sebuah institusi internasional dapat terwujud bukan sekedar distribusi power saja sebab pandangan liberalis tentang sistem internasional tidak terlalu buruk. Kaum Liberalis juga menolak analogi politik bagaikan hutan rimba dan lebih mengumpamakan menanam perang atau damai, tergantung sang pelaksana. Tentu pengolahan yang dilakukan bagaimana caranya sistem internasional ini menjadi damai. Bekerja sendiri atau self – help dari aktor mustahil mampu menciptakan perdamaian tersebut. Harus ada kerjasama antar aktor politik internasional dan kerjasama itu diwujudkan dalam struktur kelembagaan yaitu: institusi dan organisasi internasional.
Strategi perdamaian, yaitu pengaturan resource. Pengaturan atau distribusi resource atau sumber daya ini berdasarkan prinsip-prinsip kapitalisme. Interaksi yang terjadi adalah “Positive Sum Game”, dimana harus mampu menghasilkan keputusan yang adil dan keuntungan di dua belah pihak, khususnya untuk distribusi sumberdaya.
Terakhir adalah Identity, yaitu berangkat dari prinsip cosmopolitant Identity (Immanuel Kant) yang mengatakan bahwa setiap manusia mengingainkan kebebasan, dan keinginan kebebasan itu dapat diwujudkan dalam bentuk kesatuan (federasi/republik) yang demokratis.
Asumsi-asumsi dasar dari perspektif Liberal tersebut yang kemudian akan dipergunakan sebagai kerangka berfikir dalam memahami, mengevaluasi dan memprediksikan persoalan-persoalan dalam konflik Arab-Israel yang akan diulas dalam bagian berikutnya.
Kapan perdamaian hakiki
Israel dan Palestina bisa terealisasi? Genjatan senjata dan proses perdamaian yang melibatkan negara-negara Timur Tengah, Arab Saudi, Mesir, Suriah, Lebanon, Yordania, dan lainnya, juga negara-negara Barat dan AS yang difasilitasi PBB belum menunjukkan hasil signifikan. Perdamaian hanya ada dalam kertas, di lapangan gejolak perang masih sulit diredam. Israel merasa di atas angin, sedangkan AS di belakangnya.
Menurut Budi Hari Wibowo (2002), kasus Israel-Palestina menuntut peran aktif semua aktor internasional menggelar perdamaian di
sana. Hal itu paralel terhadap stabilitas dan keamanan internasional. Dan tepat kiranya bila model penyelesaian konflik Israel-Palestina didekati dengan usulan Kriesberg (1998), dengan melihat variasi-variasi beragam tahapan konflik: Variasi suatu konflik dapat dilihat dari (1) karakteristik pihak yang bertikai, (2) hubungan antara pihak bertikai, (3) konteks sosial konflik, (4) sarana dan hasil konflik.
Ditinjau dari karakter--seperti telah diungkap sebelumnya--keduanya saling "berkeras" bertahan dengan keinginan masing-masing. Ini dapat diasumsikan sebagai karakter dasar mereka bahwa hubungan antarmereka jika melihat asalnya adalah sama-sama bangsa Timteng dari nenek moyang yang sama. Terlepas apakah mereka dibedakan keyakinan.
Sedangkan, dari konteks sosial masyarakat kedua negara itu, mesti dikaitkan dengan institusi budayanya. Sebagaimana dikatakan Nawawy (dalam Online Journal of Peace and Conflict Resolution, Summer 2001), konflik yang terjadi di Timteng tidak terbatas karena faktor politik dan wilayah saja, tapi juga faktor perbedaan budaya antara Arab dan
Israel. Hal ini mempengaruhi politik di Timteng.
Namun, dia juga mengatakan budaya adalah kunci penyelesaian konflik di
sana. Budaya sebagai pendekatan bagi penyelesaian konflik sangat mungkin dilakukan, mengingat Palestina yang identik dengan Islam dan Israel dengan Yahudi-nya adalah sama-sama mempercayai sebuah the way of life. Seperti diungkap Karen Amstrong (2000) dalam bukunya The Battle for God, tiga agama monoteis (Yahudi, Kristen, dan Islam) sama-sama mengakui adanya Tuhan dan Rasul dan menuntun umatnya melalui sebuah kitab suci masing-masing.
Namun, untuk menyikapi agresi militer
Israel ini, jalan keluar terbaik dari problem global ini adalah ketegasan PBB menegakkan perdamaian kedua belah pihak. Ketegasan ini menyangkut banyak hal: Sanksi apa yang dijatuhkan PBB kepada kedua negara yang melanggar kesepakatan damai, apakah diembargo ekonomi, diisolasi dunia, dan ditutup bantuan dan kerja sama internasional.
Sumber masalah selama ini, yakni pendudukan Israel di Jalur
Gaza yang merupakan tanah Palestina, sebaiknya dihentikan. Faktanya, Israel terus melanggar Perjanjian Annapolis. Negeri Yahudi itu nekat meneruskan rencana pembangunan permukiman baru di wilayah sengketa Jerusalem Timur, yang oleh Palestina diharapkan jadi ibu kota negara mereka.
Ironisnya, Israel bakal membangun 759 unit di sisi utara yang dikenal sebagai Pisgat Zeev. Sisanya, 307 unit, dibangun di selatan yang oleh warga Israel disebut Har Homa. Namun, Palestina menyebutnya Jabal Abu Ghneim. Presiden Palestina Mahmoed Abbas terkejut dengan rencana itu, mengingat seharusnya Israel mematuhi Perjanjian Annapolis.
Keserakahan
Israel menguasai wilayah sengketa itu terlihat dari tidak adanya iktikad baik mereka menjalankan kesepakatan damai yang diteken di Annapolis, AS, atas prakarsa Presiden AS George W. Bush akhir tahun lalu. Rakyat Palestina kini melihat pembangunan gedung di Har Homa atau Jabal Abu Ghneim sebagai sebuah benteng yang melingkari seluruh wilayah, memotong daerah pendudukan Tepi Barat. Mereka menilai langkah itu merupakan upaya Israel mengambil lagi sedikit demi sedikit wilayah Palestina.

II.DAFTAR PUSTAKA

Moertono, Soemarsaid,1984, Budi Dan Kekuasaan Dalam Konteks Kesejarahan, dalam Mirriam Budiarjo. ed. Aneka pemikiran tentangkuasa dan wibawa. Jakarta: Sinar Harapan

http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A2417_0_3_0_M

http://www.lampungpost.com/cetak/cetak.php?id=2009010423582814

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009010222531662

http://dewitri.wordpress.com/2009/01/03/resolusi-konflik-arab-israel/

http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=12457

http://www.wikimu.com/news/displaynews.aspx?id=12457

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KORUPSI ditinjau dari teori fungsional struktural

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU. No 20 tahun 2001 Jo UU No. 31 tahun 1999, Korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada seseorang karena jabatan/kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi sehingga merugikan negara. Banyak penelitian membahas dan memberikan definisi mengenai korupsi dari berbagai sudut pandang sebagian besar definisi tersebut dititik beratkan pada perilaku.Korupsi yang mana menjadi salah satu hambatan terburuk dalam pembangunan suatu bangsa, korupsi sangat dinikmati oleh orang- orang kaya tetapi sangat menyengsarakan bagi orang-orang miskin dan korupsi merupakan hambatan terbesar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah masyarakat atau negara.Dan rentan sekali menambah kemelaratan warga Negara Indonesia. Terjadinya banyak kasus korupsi di Indonesia merupakan akibat dari buruknya kinerja birokrasi di Indonesia . Sudah menyebar luas di masyarakat bahwa d

Analisis Wacana Norman Fair Clough

A. Analisis Wacana Analisis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang di inginkan. Artinya dalam sebuah konteks kita juga harus menyadari akan adanya kepentingan, Oleh karena itu analisis yang terbentuk nantinya telah kita sadari telah dipengaruhi oleh si penulis dari berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan serta kepentingan yang sedang diperjuangkan. Wacana adalah proses pengembangan dari komunikasi, yang menggunakan simbol-simbol, yang berkaitan dengan interpretasi dan peristiwa-peristiwa, di dalam sistem kemasyarakatan yang luas. Melalui pendekatan wacana pesan-pesan komunikasi, seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, Eksistensinya ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks per

sistem hukum indonesia

HUKUM DAN DIMENSI SPIRITUAL (Perspektif Positivis, Pospositivis dan Spiritualisme) Abstrak Tulisan ini akan mencoba menggambarkan hukum dan spiritualisme. Kajian hukum di sini dimaksudkan untuk menggambarkan hukum atau ilmu hukum melalui pendekatan perspektif historis, yakni pada era positivisme yang melahirkan hukum modern pada masyarakat liberal. Pada saat semacam itu nilai-nilai spiritual yang meliputi: etika moral dan agama tidak mendapat tempat sehingga hukum modern mengalami krisis spiritual. Dalam perkembangannya kemudian muncul gerakan pemikiran kritis yang post pisitivis yang berupaya untuk melepaskan diri dan menggugat pemikiran positivis. Pemikiran semacam itu berangkat pada pemahaman hukum yang tidak hanya bersifat formal, yang mementingkan peraturan, prosedur dan logik, tetapi lebih menekankan pada perkembangan mutahir ilmu pengetahuan (the pronter changing of science), yang memahami ilmu sebagai satu kesatuan (the unity of knowledge) yang tidak lepas dari fakta em