BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU. No 20 tahun 2001 Jo UU No. 31 tahun 1999, Korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada seseorang karena jabatan/kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi sehingga merugikan negara.
Banyak penelitian membahas dan memberikan definisi mengenai korupsi dari berbagai sudut pandang sebagian besar definisi tersebut dititik beratkan pada perilaku.Korupsi yang mana menjadi salah satu hambatan terburuk dalam pembangunan suatu bangsa, korupsi sangat dinikmati oleh orang- orang kaya tetapi sangat menyengsarakan bagi orang-orang miskin dan korupsi merupakan hambatan terbesar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah masyarakat atau negara.Dan rentan sekali menambah kemelaratan warga Negara Indonesia.
Terjadinya banyak kasus korupsi di Indonesia merupakan akibat dari buruknya kinerja birokrasi di Indonesia . Sudah menyebar luas di masyarakat bahwa di kalangan aparat birokrasi kita terdapat slogan “jika bisa dipersulit, Dewasa ini, mulai banyak bermunculan permasalahan rumit yang sedang dihadapai oleh negara Indonesia . Permasalahan ini sudah mencakup banyak aspek, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hingga pertahanan keamanan. Di era reformasi ini, setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru, agenda yang menjadi sorotan utama adalah masalah pemberantasan kasus-kasus korupsi. Masalah inilah yang merupakan salah satu penyebab utama runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Di dalam pemilu pun, agenda pemberantasan korupsi menjadi isu yang cukup menjual untuk menarik massa .
Korupsi di Indonesia seakan telah menjadi budaya yang memasuki berbagai bidang kehidupan, apalagi di sektor birokrasi kita yang sudah terkenal sangat sophisticated dalam berkorupsinya. Hal ini diperkuat oleh data survey lembaga internasional yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran sepuluh besar negara terkorup. Hal ini sungguh merupakan sesuatu yang memperihatinkan yang harus segera mendapatkan perhatian dari segenap bangsa Indonesia .
Banyak masyarakat menjadi lumpu karena lemahnya anti corupsion system pengadilan sehingga menganggu kontrak hak milik belum lagi dengan persoalan keadilan bagi setiap warga, dan pembangunan sering tidak tercapai karena korupsi meliputi jalur- jalur birokrasi sampai pada pedagang.
Dalam memahami korupsi dengan segala jaringan dan faktor-faktor penyebabnya kita bersama harus sabar. suatu masyarakat dan bangsa yang telah menderita korupsi sebagai kangker masyarakat dan telah membudaya.Perlu perjuangan keras untuk mengikisnya dan kita butuh waktu yang cukup lama serta banyak resikonya.
B. Perumusan Masalah
1. Pernahkah anda melihat tindakan korupsi ?
2. Seperti apa bentuk-bentuk korupsi yang terjadi dalam masyarakat ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya korupsi ?
4. Alternative apa untuk menangani sebuah korupsi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang di maksud dengan korupsi.
2. Mengetahui bentuk-bentuk atau macam- macam korupsi.
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya korupsi.
4. Dapat mengetahui dampak atau akibat dari korupsi serta cara untuk menanggulanginya.
D. Tinjauan Teori
Dalam penelitian kami ini , peneliti menggunakan pedoman teori “ Fungsional Structural ” Teori Fungsionalisme Struktural, Teori ini dikemukakan oleh Durkheim yaitu melihat kenyataan persoalan dalam masyarakat tidak lepas dari fungsi sosial dalam masyarakat. Secara garis besar,fakta sosial yang menjadi pusat perhatian adalah 'struktur sosial' dan 'pranata sosial'. Kedua hal ini berada dalam satu sistem sosial yang terdiri atas bagian/elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan (Soetomo:15). Perkembangan masyarakat mengarah pada bentuk formal di mana terdapat perbedaan kelas dan struktur dalam masyarakat. Dasar pemikirannya,kedua bentuk perbedaan ini muncul secara alamiah dengan kata lain tidak ada 'rekayasa sosial' alias social engineering. Selanjutnya membahas mengenai 'fungsi sosial' mempunyai keterlibatan mutlak dalam fakta sosial. Fakta sosial ini terkait dengan masalah sosial dan akan selalu ada di mana masyarakat berada. yang menjadikan obyek analisa sosiologisnya adalah peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial, dan sebagainya. Penganut teori ini cenderung melihat pada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem lain, dan secara ekstrim beranggapan bahwa semua peristiwa atau struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Parsons. Sebagaimana id mengasumsikan bahwasanya dalam masyarakat pasti memiliki struktur dan fungsi masing-masing, dan bila struktur tersebut dapat berfungsi dengan baik maka keadaan masyarakat itu akan normal, dan aman.Dia mengungkapkan bahwa suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem.
E. Metode penelitian
Metode yang kami gunakan adalah “Metode Penelitian Kualitatif ” dimana peneliti mengambil informan dari beberapa institusi dan beberapa struktur social yang ada dalam masyarakat dengan menggunakan teknik analisis data. Metode deskriptif penulis gunakan untuk memberikan gambaran mengenai adnaya tindakan korupsi yang terjadi di masyrakat, baik itu dari faktor penyebab, bentuk korupsi, dan dampak yang terjadi dengan adanya korupsi.
F. Sumber data
Sumber dat ayang kami peroleh dalam analisis kami ini adalah dari beberapa masyrakat yang pernah mengalami tindakan korupsi, entah itu sebagai korban dan juga sebgai pelaku.
BAB II
TEMUAN DATA
Dari hasil riset yang telah kami lakukan, kami mendapatkan data berdasarkan informan atau subyek penelitian yang kami anggap sesuai dengan kriteria kasus yang peneliti angkat dalam penelitian ini. Adapun hasil wawancara yang sudah peneliti lakukan dapat diuraikan sebagai berikut:
Farouk mengungkapkan, dengan adanya fenomena seperti sekarang ini sepertinya bangsa kita sudah tidak lagi punya taring untuk bersaing dengan Negara-negara belum lagi untuk bisa mengelola pemerintahan kedepan. Karena menurut saya korupsi sudah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat kita. Lantas disini yang paling harus ditekankan adalah upaya penegakan hukum merupakan langkah terakhir dari pihak yang bersangkutan. Seperti halnya yang sering kita rasakan dengan adanya TILANG. Disini lagi-lagi yang paling ditekankan adalah penegakan hukum. Dan petugas lalu lintas dalam menjalankan tugasnya melalui penindakan pelangaran (tilang) atau dengan kata lain tidak boleh damai di tempat., jika teguran atau peringatan dianggap tidak efektif. Penindakan terhadap pelanggar lalu lintas menggunakan sistem tilang yang diperbaharui menggantikan sistem tilang lama. Bukan lantas petugas lalu lintas memberi sangsi yang tidak relefan. Dal kemudian pihak yang berkompeten di dalamnya harus berupaya melakukan proses hukum tersebut sesuai asas hukum yang berlaku. Juga mencermati kembali prosedur-prosedur hukum.
S.T.J.N Komunikasi Semester IV Suanan Ampel Surabaya. Dia mengasumsikan bahwa korupsi itu adalah pengambilan hak yang bukan haknya sendiri, yang mana itu dapat merugikan orang lain dan itu juga termasuk pelanggaran terhadap hukum (Negara dan agama). Saya sendiri pernah melihat tindakan korupsi, karena bagiku, korupsi bukan Cuma korupsi uang, selingkuhpun juga termasuk korupsi. Bahkan sayapun pernah menjadi koruptor. Tambahnya. Yang menjadi factor penyebab terjadinya korupsi adalah dibagi menjadi dua. Internal. Adanya keinginan yang didorong oleh hawa nafsu sehingga sulit adanya control diri yang menjadi tameng, lemahnya pola pikir. External, kesempatan yang memungkinkan ia untuk melakukan tindakan korupsi, solusi yang saya tawarkan untuk meminimalisir terjadinya korupsi adalah dengan cara merubah system. Karena dengan adanya perubahan hal tersebut semuanya akan kembali normal kembali.
Mr. P. Menurutnya; korupsi adalah suatu tindakan yang merugikan pihak lain dan merupakan pelanggaran terhadap hokum yang dilakukan dengan sengaja. Imbuhnya; tindakan korupsi sangat tidak baik karena korupsi erat kaitannya dengan moral, bidara moral, seseorang akan kehilangan jati dirinya baik itu dimata masyarakat atau yang lainnya, islam sendiri sangat melarang adanya korupsi dan itu melenceng dari tujuan nabi Muhammad diturunkan kebumi sebagai utusan yang membawa misi sangat jelas yang mana misinya beliau adalah dengan membentuk pola tingkah laku (akhlak yang mulia) innama bui’stu li utammima makaramal akhlak. Imbuhnya adalah dengan Cara, harus ada elemen yang konsen di bidang hukum untuk mengadakan gerakan sadar hukum kepada masyarakat tentang kasus tilang tersebut. Bahkan, bila perlu kasus-kasus lainnya juga, sehingga lambat laun supremasi hukum di kota ini dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.
BAB III
ANALISIS DATA
Korupsi terungkap dalam beberapa bentuk perilaku yaitu penyuapan, pemerasan, penggelapan, manipulasi, persekongkolan atau kolusi, dan nepotisme. Masing-masing bentuk perilaku korupsi itu mempunyai sebutan-sebutan dalam praktek-praktek yang dilakukan oleh masyarakat. Dan Setelah melihat sekilas tentang hasil wawancara dari informan maka dapat kita ketahui seperti apa itu korupsi, faktor-faktor yang menyebabkan korupsi serta dampak dari korupsi yang dirasakan oleh beberapa masyarakat yang sampai saat ini masih terus menjadi sebuah fenomena sekaligus wabah yang besar dalam Negara kita ini.
Pandangan untuk membentuk sosiologi yang melihat realitas masyrakat seperti adanya korupsi didasarkan pada pemenuhan persyaratan untuk berdirinya cabang ilmu pengetahuan. Persyaratan yang dimaksud adalah:
a. Adanya fakta sosial yang bersifat nyata dan berpengaruh. Fenomena korupsi bersifat nyata karena terjadi dalam kehidupan sosial manusia. Berpengaruh karena dalam lingkungan sosial yang sudah diwarnai dengan perilaku korupsi maka setiap orang yang memasuki lingkungan tersebut akan terbawa arus korupsi;
b. Tidak adanya tumpang tindih dengan objek kajian cabang sosiologi lainnya. Fenomena korupsi memang merupakan bentuk perilaku menyimpang, namun di dalamnya terdapat kekhususan yaitu hanya yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan;
c. Adanya teori sebagai dasar penguatnya. Dalam hal ini dapat ditunjuk Durkheim, Weber, dan para sosiolog kontemporer.
Teori Fungsionalisme Struktural mempunyai pandangan bahwa kehidupan sosial berlangsung dalam keteraturan, keseimbangan, dan keharmonisan. Hal ini disebabkan oleh masing-masing anggotanya mematuhi norma-norma sosial yang disepakati. Meskipun demikian, ada anggota masyarakat yang tidak mematuhi karena adanya perbedaan tujuan yang dipunyainya dengan tujuan kelompok, atau karena perbedaan antara tujuan yang ditetapkan kelompok dengan cara dan sarana untuk mencapainya.
Fenomena korupsi dari sudut pandang Fungsionalisme Struktural dapat dijelaskan dari adanya ketidakpatuhan pemegang kekuasaan terhadap norma-norma yang mengatur penggunaan kekuasaan. Mereka berpandangan bahwa tujuan penggunaan kekuasaan itu tidak sepenuhnya dapat mewujudkan kepentingan atau tujuan pribadinya. Sementara itu sarana untuk mewujudkan tujuan kekuasaan itu belum memadai, seperti sedikitnya prasarana untuk memberikan pelayanan.
Korupsi dapat dilakukan oleh orang-orang yang menjadi anggota lapisan atau kelompok sosial tertentu. Ini mengindikasikan lapisan atau kelompok sosial dapat menjadi faktor bagi berlangsungnya perilaku korupsi. Peluangnya ditentukan oleh kondisi tertentu, seperti tersentralisasinya kekuasaan pada kelompok etnis tertentu, berlangsungnya sistem politik yang otoriter, tiadanya pembagian fungsi di antara bagian-bagian kekuasaan, terjadinya tumpang tindih antara lapisan berdasarkan kekayaan dan kekuasaan, terjadinya persaingan di antara lapisan-lapisan pemegang kekuasaan dalam menetapkan kebijakan bidang ekonomi, terjadinya mobilitas vertikal dalam kekuasaan dengan motivasi ekonomi, terlalu cepat atau lambatnya mobilitas vertikal.
Korupsi yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial dapat berbeda bentuk dan tujuannya. Korupsi berupa nepotisme mempunyai tujuan yang berbeda jika dilakukan oleh anggota kelompok etnis atau ideologi politik. Korupsi dapat juga berupa diskriminasi perlakuan antara orang yang berada dalam kelompok yang sama. Korupsi berupa penggunaan dana publik dilakukan oleh seorang pemegang kekuasaan pada lapisan tertinggi untuk mendukung kelompok ideologi politiknya .
Korupsi yang dilakukan oleh anggota lapisan sosial tertentu pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status sosial atau untuk mempertahankannya. Bentuknya berupa pembelian jabatan, pemanfaatan hubungan nepotisme atau patron-klien, melalui hubungan kolusi dengan pemegang kekuasaan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut UU. No 20 tahun 2001 Jo UU No. 31 tahun 1999, Korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada seseorang karena jabatan/kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi sehingga merugikan negara.
Korupsi terungkap dalam beberapa bentuk perilaku yaitu penyuapan, pemerasan, penggelapan, manipulasi, persekongkolan atau kolusi, dan nepotisme. Masing-masing bentuk perilaku korupsi itu mempunyai sebutan-sebutan dalam praktek-praktek yang dilakukan oleh masyarakat. Dan Setelah melihat sekilas tentang hasil wawancara dari informan maka dapat kita ketahui seperti apa itu korupsi, faktor-faktor yang menyebabkan korupsi serta dampak dari korupsi
B. Saran
Sebagai bangsa Indonesia yang baik, hendaknya kita dapat melestarikan budaya bangsa yang baik pula, dan harus berhati-hati dalam menhadapi budaya yang pada saat ini sangat populer yaitu korupsi yang mana korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh kaum bawahan saja bahkan mereka yang memiliki status serta pendidikan yang tinggi malah sebaliknya melakukan hal ini, oleh karena itu perlu pengawasan yang ketat serta melakukan penjatuhan hukuman terhadap mereka yang telah terbukti melakukan tindak korupsi sesuai dengan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo, Drs, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995
Poloma, M. Margaret, Sosiologi Kontemporer ( terj ), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003
Mitchell, Duncan. Sosiologi suatu analisa sistem sosial. . 1984 Jakarta:Bina Aksara.
Syari, Abdul.. Sosiologi dan perubahan masyarakat. 1995 Jakarta:Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU. No 20 tahun 2001 Jo UU No. 31 tahun 1999, Korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada seseorang karena jabatan/kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi sehingga merugikan negara.
Banyak penelitian membahas dan memberikan definisi mengenai korupsi dari berbagai sudut pandang sebagian besar definisi tersebut dititik beratkan pada perilaku.Korupsi yang mana menjadi salah satu hambatan terburuk dalam pembangunan suatu bangsa, korupsi sangat dinikmati oleh orang- orang kaya tetapi sangat menyengsarakan bagi orang-orang miskin dan korupsi merupakan hambatan terbesar untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah masyarakat atau negara.Dan rentan sekali menambah kemelaratan warga Negara Indonesia.
Terjadinya banyak kasus korupsi di Indonesia merupakan akibat dari buruknya kinerja birokrasi di Indonesia . Sudah menyebar luas di masyarakat bahwa di kalangan aparat birokrasi kita terdapat slogan “jika bisa dipersulit, Dewasa ini, mulai banyak bermunculan permasalahan rumit yang sedang dihadapai oleh negara Indonesia . Permasalahan ini sudah mencakup banyak aspek, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hingga pertahanan keamanan. Di era reformasi ini, setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru, agenda yang menjadi sorotan utama adalah masalah pemberantasan kasus-kasus korupsi. Masalah inilah yang merupakan salah satu penyebab utama runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Di dalam pemilu pun, agenda pemberantasan korupsi menjadi isu yang cukup menjual untuk menarik massa .
Korupsi di Indonesia seakan telah menjadi budaya yang memasuki berbagai bidang kehidupan, apalagi di sektor birokrasi kita yang sudah terkenal sangat sophisticated dalam berkorupsinya. Hal ini diperkuat oleh data survey lembaga internasional yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran sepuluh besar negara terkorup. Hal ini sungguh merupakan sesuatu yang memperihatinkan yang harus segera mendapatkan perhatian dari segenap bangsa Indonesia .
Banyak masyarakat menjadi lumpu karena lemahnya anti corupsion system pengadilan sehingga menganggu kontrak hak milik belum lagi dengan persoalan keadilan bagi setiap warga, dan pembangunan sering tidak tercapai karena korupsi meliputi jalur- jalur birokrasi sampai pada pedagang.
Dalam memahami korupsi dengan segala jaringan dan faktor-faktor penyebabnya kita bersama harus sabar. suatu masyarakat dan bangsa yang telah menderita korupsi sebagai kangker masyarakat dan telah membudaya.Perlu perjuangan keras untuk mengikisnya dan kita butuh waktu yang cukup lama serta banyak resikonya.
B. Perumusan Masalah
1. Pernahkah anda melihat tindakan korupsi ?
2. Seperti apa bentuk-bentuk korupsi yang terjadi dalam masyarakat ?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya korupsi ?
4. Alternative apa untuk menangani sebuah korupsi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui apa yang di maksud dengan korupsi.
2. Mengetahui bentuk-bentuk atau macam- macam korupsi.
3. Dapat mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya korupsi.
4. Dapat mengetahui dampak atau akibat dari korupsi serta cara untuk menanggulanginya.
D. Tinjauan Teori
Dalam penelitian kami ini , peneliti menggunakan pedoman teori “ Fungsional Structural ” Teori Fungsionalisme Struktural, Teori ini dikemukakan oleh Durkheim yaitu melihat kenyataan persoalan dalam masyarakat tidak lepas dari fungsi sosial dalam masyarakat. Secara garis besar,fakta sosial yang menjadi pusat perhatian adalah 'struktur sosial' dan 'pranata sosial'. Kedua hal ini berada dalam satu sistem sosial yang terdiri atas bagian/elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan (Soetomo:15). Perkembangan masyarakat mengarah pada bentuk formal di mana terdapat perbedaan kelas dan struktur dalam masyarakat. Dasar pemikirannya,kedua bentuk perbedaan ini muncul secara alamiah dengan kata lain tidak ada 'rekayasa sosial' alias social engineering. Selanjutnya membahas mengenai 'fungsi sosial' mempunyai keterlibatan mutlak dalam fakta sosial. Fakta sosial ini terkait dengan masalah sosial dan akan selalu ada di mana masyarakat berada. yang menjadikan obyek analisa sosiologisnya adalah peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial, dan sebagainya. Penganut teori ini cenderung melihat pada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem lain, dan secara ekstrim beranggapan bahwa semua peristiwa atau struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Parsons. Sebagaimana id mengasumsikan bahwasanya dalam masyarakat pasti memiliki struktur dan fungsi masing-masing, dan bila struktur tersebut dapat berfungsi dengan baik maka keadaan masyarakat itu akan normal, dan aman.Dia mengungkapkan bahwa suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem.
E. Metode penelitian
Metode yang kami gunakan adalah “Metode Penelitian Kualitatif ” dimana peneliti mengambil informan dari beberapa institusi dan beberapa struktur social yang ada dalam masyarakat dengan menggunakan teknik analisis data. Metode deskriptif penulis gunakan untuk memberikan gambaran mengenai adnaya tindakan korupsi yang terjadi di masyrakat, baik itu dari faktor penyebab, bentuk korupsi, dan dampak yang terjadi dengan adanya korupsi.
F. Sumber data
Sumber dat ayang kami peroleh dalam analisis kami ini adalah dari beberapa masyrakat yang pernah mengalami tindakan korupsi, entah itu sebagai korban dan juga sebgai pelaku.
BAB II
TEMUAN DATA
Dari hasil riset yang telah kami lakukan, kami mendapatkan data berdasarkan informan atau subyek penelitian yang kami anggap sesuai dengan kriteria kasus yang peneliti angkat dalam penelitian ini. Adapun hasil wawancara yang sudah peneliti lakukan dapat diuraikan sebagai berikut:
Farouk mengungkapkan, dengan adanya fenomena seperti sekarang ini sepertinya bangsa kita sudah tidak lagi punya taring untuk bersaing dengan Negara-negara belum lagi untuk bisa mengelola pemerintahan kedepan. Karena menurut saya korupsi sudah menjadi budaya dalam kehidupan masyarakat kita. Lantas disini yang paling harus ditekankan adalah upaya penegakan hukum merupakan langkah terakhir dari pihak yang bersangkutan. Seperti halnya yang sering kita rasakan dengan adanya TILANG. Disini lagi-lagi yang paling ditekankan adalah penegakan hukum. Dan petugas lalu lintas dalam menjalankan tugasnya melalui penindakan pelangaran (tilang) atau dengan kata lain tidak boleh damai di tempat., jika teguran atau peringatan dianggap tidak efektif. Penindakan terhadap pelanggar lalu lintas menggunakan sistem tilang yang diperbaharui menggantikan sistem tilang lama. Bukan lantas petugas lalu lintas memberi sangsi yang tidak relefan. Dal kemudian pihak yang berkompeten di dalamnya harus berupaya melakukan proses hukum tersebut sesuai asas hukum yang berlaku. Juga mencermati kembali prosedur-prosedur hukum.
S.T.J.N Komunikasi Semester IV Suanan Ampel Surabaya. Dia mengasumsikan bahwa korupsi itu adalah pengambilan hak yang bukan haknya sendiri, yang mana itu dapat merugikan orang lain dan itu juga termasuk pelanggaran terhadap hukum (Negara dan agama). Saya sendiri pernah melihat tindakan korupsi, karena bagiku, korupsi bukan Cuma korupsi uang, selingkuhpun juga termasuk korupsi. Bahkan sayapun pernah menjadi koruptor. Tambahnya. Yang menjadi factor penyebab terjadinya korupsi adalah dibagi menjadi dua. Internal. Adanya keinginan yang didorong oleh hawa nafsu sehingga sulit adanya control diri yang menjadi tameng, lemahnya pola pikir. External, kesempatan yang memungkinkan ia untuk melakukan tindakan korupsi, solusi yang saya tawarkan untuk meminimalisir terjadinya korupsi adalah dengan cara merubah system. Karena dengan adanya perubahan hal tersebut semuanya akan kembali normal kembali.
Mr. P. Menurutnya; korupsi adalah suatu tindakan yang merugikan pihak lain dan merupakan pelanggaran terhadap hokum yang dilakukan dengan sengaja. Imbuhnya; tindakan korupsi sangat tidak baik karena korupsi erat kaitannya dengan moral, bidara moral, seseorang akan kehilangan jati dirinya baik itu dimata masyarakat atau yang lainnya, islam sendiri sangat melarang adanya korupsi dan itu melenceng dari tujuan nabi Muhammad diturunkan kebumi sebagai utusan yang membawa misi sangat jelas yang mana misinya beliau adalah dengan membentuk pola tingkah laku (akhlak yang mulia) innama bui’stu li utammima makaramal akhlak. Imbuhnya adalah dengan Cara, harus ada elemen yang konsen di bidang hukum untuk mengadakan gerakan sadar hukum kepada masyarakat tentang kasus tilang tersebut. Bahkan, bila perlu kasus-kasus lainnya juga, sehingga lambat laun supremasi hukum di kota ini dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.
BAB III
ANALISIS DATA
Korupsi terungkap dalam beberapa bentuk perilaku yaitu penyuapan, pemerasan, penggelapan, manipulasi, persekongkolan atau kolusi, dan nepotisme. Masing-masing bentuk perilaku korupsi itu mempunyai sebutan-sebutan dalam praktek-praktek yang dilakukan oleh masyarakat. Dan Setelah melihat sekilas tentang hasil wawancara dari informan maka dapat kita ketahui seperti apa itu korupsi, faktor-faktor yang menyebabkan korupsi serta dampak dari korupsi yang dirasakan oleh beberapa masyarakat yang sampai saat ini masih terus menjadi sebuah fenomena sekaligus wabah yang besar dalam Negara kita ini.
Pandangan untuk membentuk sosiologi yang melihat realitas masyrakat seperti adanya korupsi didasarkan pada pemenuhan persyaratan untuk berdirinya cabang ilmu pengetahuan. Persyaratan yang dimaksud adalah:
a. Adanya fakta sosial yang bersifat nyata dan berpengaruh. Fenomena korupsi bersifat nyata karena terjadi dalam kehidupan sosial manusia. Berpengaruh karena dalam lingkungan sosial yang sudah diwarnai dengan perilaku korupsi maka setiap orang yang memasuki lingkungan tersebut akan terbawa arus korupsi;
b. Tidak adanya tumpang tindih dengan objek kajian cabang sosiologi lainnya. Fenomena korupsi memang merupakan bentuk perilaku menyimpang, namun di dalamnya terdapat kekhususan yaitu hanya yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan;
c. Adanya teori sebagai dasar penguatnya. Dalam hal ini dapat ditunjuk Durkheim, Weber, dan para sosiolog kontemporer.
Teori Fungsionalisme Struktural mempunyai pandangan bahwa kehidupan sosial berlangsung dalam keteraturan, keseimbangan, dan keharmonisan. Hal ini disebabkan oleh masing-masing anggotanya mematuhi norma-norma sosial yang disepakati. Meskipun demikian, ada anggota masyarakat yang tidak mematuhi karena adanya perbedaan tujuan yang dipunyainya dengan tujuan kelompok, atau karena perbedaan antara tujuan yang ditetapkan kelompok dengan cara dan sarana untuk mencapainya.
Fenomena korupsi dari sudut pandang Fungsionalisme Struktural dapat dijelaskan dari adanya ketidakpatuhan pemegang kekuasaan terhadap norma-norma yang mengatur penggunaan kekuasaan. Mereka berpandangan bahwa tujuan penggunaan kekuasaan itu tidak sepenuhnya dapat mewujudkan kepentingan atau tujuan pribadinya. Sementara itu sarana untuk mewujudkan tujuan kekuasaan itu belum memadai, seperti sedikitnya prasarana untuk memberikan pelayanan.
Korupsi dapat dilakukan oleh orang-orang yang menjadi anggota lapisan atau kelompok sosial tertentu. Ini mengindikasikan lapisan atau kelompok sosial dapat menjadi faktor bagi berlangsungnya perilaku korupsi. Peluangnya ditentukan oleh kondisi tertentu, seperti tersentralisasinya kekuasaan pada kelompok etnis tertentu, berlangsungnya sistem politik yang otoriter, tiadanya pembagian fungsi di antara bagian-bagian kekuasaan, terjadinya tumpang tindih antara lapisan berdasarkan kekayaan dan kekuasaan, terjadinya persaingan di antara lapisan-lapisan pemegang kekuasaan dalam menetapkan kebijakan bidang ekonomi, terjadinya mobilitas vertikal dalam kekuasaan dengan motivasi ekonomi, terlalu cepat atau lambatnya mobilitas vertikal.
Korupsi yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial dapat berbeda bentuk dan tujuannya. Korupsi berupa nepotisme mempunyai tujuan yang berbeda jika dilakukan oleh anggota kelompok etnis atau ideologi politik. Korupsi dapat juga berupa diskriminasi perlakuan antara orang yang berada dalam kelompok yang sama. Korupsi berupa penggunaan dana publik dilakukan oleh seorang pemegang kekuasaan pada lapisan tertinggi untuk mendukung kelompok ideologi politiknya .
Korupsi yang dilakukan oleh anggota lapisan sosial tertentu pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan status sosial atau untuk mempertahankannya. Bentuknya berupa pembelian jabatan, pemanfaatan hubungan nepotisme atau patron-klien, melalui hubungan kolusi dengan pemegang kekuasaan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut UU. No 20 tahun 2001 Jo UU No. 31 tahun 1999, Korupsi didefinisikan sebagai tindakan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan/kesempatan/sarana yang ada pada seseorang karena jabatan/kedudukannya untuk memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi sehingga merugikan negara.
Korupsi terungkap dalam beberapa bentuk perilaku yaitu penyuapan, pemerasan, penggelapan, manipulasi, persekongkolan atau kolusi, dan nepotisme. Masing-masing bentuk perilaku korupsi itu mempunyai sebutan-sebutan dalam praktek-praktek yang dilakukan oleh masyarakat. Dan Setelah melihat sekilas tentang hasil wawancara dari informan maka dapat kita ketahui seperti apa itu korupsi, faktor-faktor yang menyebabkan korupsi serta dampak dari korupsi
B. Saran
Sebagai bangsa Indonesia yang baik, hendaknya kita dapat melestarikan budaya bangsa yang baik pula, dan harus berhati-hati dalam menhadapi budaya yang pada saat ini sangat populer yaitu korupsi yang mana korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh kaum bawahan saja bahkan mereka yang memiliki status serta pendidikan yang tinggi malah sebaliknya melakukan hal ini, oleh karena itu perlu pengawasan yang ketat serta melakukan penjatuhan hukuman terhadap mereka yang telah terbukti melakukan tindak korupsi sesuai dengan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo, Drs, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995
Poloma, M. Margaret, Sosiologi Kontemporer ( terj ), Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003
Mitchell, Duncan. Sosiologi suatu analisa sistem sosial. . 1984 Jakarta:Bina Aksara.
Syari, Abdul.. Sosiologi dan perubahan masyarakat. 1995 Jakarta:Pustaka
Komentar